2. TAJRID DAN MAKNA KETERIKATAN DUNIAWI
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan kita kesempatan untuk berkumpul dalam majelis ilmu yang penuh berkah ini. Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas salah satu hikmah dalam perjalanan menuju Allah, yaitu tajrid. Tajrid adalah keadaan seseorang yang meninggalkan segala keterikatan duniawi untuk lebih mendekat kepada Allah. Namun, perlu kita pahami bahwa tajrid bukan hanya sekadar meninggalkan dunia secara fisik, melainkan lebih kepada bagaimana hati kita terbebas dari kecintaan berlebihan terhadap dunia.
Imam Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari dalam kitab Al-Hikam menyebutkan:
إرادَتُكَ التَّجْريدَ مَعَ إقامَةِ اللهِ إيّاكَ في الأسْبابِ مِنَ الشَّهْوَةِ الخَفيَّةِ، وإرادَتُكَ الأَسْبابَ مَعَ إقامَةِ اللهِ إيّاكَ فِي التَّجْريدِ انْحِطاطٌ عَنِ الهِمَّةِ العَلِيَّةِ.
“Keinginanmu untuk bertajrid (meninggalkan sebab-sebab duniawi) sementara Allah menempatkanmu dalam sebab-sebab duniawi adalah syahwat yang tersembunyi. Dan keinginanmu untuk hidup dalam sebab-sebab duniawi sementara Allah menempatkanmu dalam keadaan tajrid adalah kemerosotan dari cita-cita yang tinggi.”
Dari hikmah ini, kita bisa memahami bahwa tidak semua orang harus meninggalkan dunia secara total untuk menjadi lebih dekat kepada Allah. Justru, seseorang yang masih dalam keadaan berusaha dan mencari rezeki, tetapi tetap menjaga hatinya dari ketergantungan terhadap dunia, bisa lebih utama daripada seseorang yang meninggalkan dunia tetapi hatinya masih dipenuhi dengan nafsu dan keinginan tersembunyi.
Tiga Jenis Tajrid
Dalam ilmu tasawuf, tajrid terbagi menjadi tiga jenis:
Tajrid lahiriah – meninggalkan sebab-sebab duniawi secara fisik dan melepas kebiasaan jasmani yang bersifat duniawi.
Tajrid batiniah – melepaskan keterikatan hati dari nafsu, ambisi duniawi, dan angan-angan kosong.
Tajrid lahiriah dan batiniah – perpaduan antara keduanya, di mana jasad dan hati hanya fokus kepada Allah semata.
Namun, tidak semua orang harus mencapai tajrid lahiriah dan batiniah secara bersamaan. Sebab, jika seseorang yang belum siap meninggalkan dunia, lalu memaksakan diri untuk bertajrid, bisa jadi ia justru kehilangan keseimbangan dan kembali bergantung kepada dunia dengan cara yang lebih buruk. Oleh karena itu, seseorang sebaiknya tetap berada dalam keadaan yang Allah tetapkan baginya hingga Allah sendiri yang mengeluarkannya dari keadaan tersebut.
Pelajaran dari Para Ulama
Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili rahimahullah berkata bahwa adab seorang fakir yang bertajrid adalah:
Menghormati orang yang lebih tua.
Menyayangi yang lebih muda.
Bersikap adil terhadap dirinya sendiri.
Tidak membela dirinya dalam perselisihan.
Sedangkan bagi mereka yang masih dalam sebab-sebab duniawi, adab yang harus diperhatikan adalah:
Mendukung dan mencintai orang-orang saleh.
Menjauhi orang-orang fasik.
Menjaga shalat berjamaah.
Membantu fakir miskin sesuai dengan kemampuannya.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Kita dapat mengambil pelajaran bahwa tidak semua orang harus meninggalkan dunia untuk mencapai derajat yang tinggi di sisi Allah. Justru, yang lebih utama adalah bagaimana kita tetap dalam keadaan yang Allah tetapkan, tanpa lalai dari-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Mereka adalah suatu kaum yang siapa pun yang duduk bersama mereka, maka tidak akan celaka." (HR. Muslim)
Maka, marilah kita selalu memperbaiki hati kita, menjauhi keterikatan dunia yang berlebihan, dan menjalani hidup dengan penuh keseimbangan antara usaha dunia dan penghambaan kepada Allah. Semoga Allah memberikan kita pemahaman yang benar dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang ikhlas.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Komentar
Posting Komentar